Jumat, 02 Juli 2010

unthinkable

Merinding lagi baca puisi Gie. sudah beberapa saat setelah film dan bukunya digemari. cuma perasaan ini sedang membuncah di hati saya. tidak berlebihan. bumbu retro membuat pikiran saya memaknai katakatanya dengan lebih aneh. ya, aneh. seperti sebuah zaman yang bersekat dengan masa saya berada. ketika kata dirangkai dengan cara yang luarbiasa.

Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah.
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza.

Tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu, sayangku.
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu.
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mandala wangi.

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang.
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra.

Tapi aku ingin mati di sisimu, manisku.
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya.
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu.

Mari sini sayangku.
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku.
Tengoklah ke langit luas atau awan yang mendung.
Kita tak pernah menanamkan apa-apa, kita tak’kan pernah kehilangan apa-apa.

saya tak pandai berkatakata. biarlah Gie yang menemukan katakata itu, merangkainya dan menebarnya ke hati semua orang. dan saya bersyukur hati saya mengangguk tanda setuju.

3 komentar:

  1. beneran merinding ...
    ga tau pas banget ma suasana hati skrg he

    BalasHapus
  2. Gie emang cerdas. akupun yakin para pujangga adalah orang yang cerdas. setidaknya cerdas merangkai kata. huehue..

    BalasHapus
  3. pokoknya pas aja. ga lama kemudian saya cocok dengan 'ketika kau entah dimana'nya Sapardi.. betapa relatifnya rasa,

    BalasHapus