Selasa, 02 Februari 2010

iran dan kalimat-kalimat tanpa subyek




iran. tak pernah aku bayangkan aku akan berhadapan dengan negara itu. meskipun dari berita saja aku tau kerusuhan yang melanda karena pemilihan umum taun lalu, tak cukup membuatku ketakutan seperti ini. aku mengagumi ahmadinejad, tp semangatnya tak mampu membantuku menghadapi kenyataan. (fanatisme yang salah)

katanya, sebuah email datang dari dekan fakultas ekonomi di universitas yang sebentar lagi jadi alma mater. kabar sepenting itu, disampaikan melalui email. penting baginya. dan bagiku. universitas Teheran telah memanggilnya. memompa ilmu dsana. (kata menimba tak pas lagi. sekarang sudah ada pompa. bisa menyedot sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya).

suaranya datar. tak bisa aku menangkap kecenderungan-kecenderungan dalam nada bicaranya yang dikirim lewat sinyal telepon genggamku. seperti sesuatu menyumbat otak dan mengagalkan nafas. tak bisa berpikir. (seperti gejala cegukan yang panjang).

'kita hidup untuk bahagia dan kebahagiaan tidak bisa ditukar dengan apapun'
kalimat tanpa subyekku yang pertama. aku ragu tak terkira. bahkan untuk membual seperti itu, aku hampir saja tak sanggup. kenyataan datang dan membuat ceramah yang kulatih berbulan-bulan berserakan.

kalimat bodoh kedua tak jadi lontarkan. (lidahku mengambil alih. merasa lebih pintar dari otakku). 'turuti kata hatimu' hanya akan membuatku terdengar lebih bodoh. entah kenapa, hatiku selalu berlidah 2. tarik ulur diantaranya sudah biasa kuhadapi, menambah sulitnya mengambil keputusan. 1 suara aja sudah merepotkan, apalgi 2. (kalimat yang bodoh atau hati yang bodoh?)

pertanyaan mengerikan bertubi-tubi mengiringi. 'apakah aku harus berangkat ke Iran?'
nyaliku kisut. seperti randu kepanasan. benar-benar menyita nafasku. belum kupikirkan jawabnya, dan belum pula mengambil nafas, kudengarkan cerita indah.
'Iran itu seperti Brunei di asia Tenggara, salah satu pusat studi ekonomi islam dunia karena mereka negara yang kaya sekaligus maju'.
2 kesempatan bernafas telah kulewatkan. entah berapa jatah nafasku lagi akan yang terenggut.

'kalau itu definisi berakit rakit ke hulu, berenang ke tepian dari klausa UNTUK BERSAMAMU, aku akan patuh atas kuasaNya'.
kalimat tanpa subyekku selanjutnya. seolah tersesat dalam gambaran-gambaranku sendiri. sang Tuhan (yang selalu) tersenyum melihatku kalut, aku yakin itu.

bak mau menghabisi musuh yang tak lagi punya daya,
'apakah kau sedih kalau aku pergi? cukup ya atau tidak.'
hah!!
tak rela musuhnya sempat bernafas,
'bagaimana perasaanmu sayangku, kalau aku memutuskan pergi?'
aku sudah kalah. tak bisa melawan.
kalimat tanpa subyek apalagi yang
bisa membuatku menahan airmata?

'aku dibesarkan di lingkungan untuk mengambil keputusan sendiri. aku takkan memilih, apalagi bukan
untukku. untuk orang lain.'

'aku? aku itu orang lain bagimu?'

'yah, hanya ada aku dan orang lain di duniaku'

kenapa sulit sekali menemukan kata-kata yang tepat di saat-saat seperti ini!! (kurang koleksi kata-kata mutiara). Hemingway pun bakal marah karena aku memakai kalimatnya untuk bersembunyi.

'cuma ingin memastikan penyesalan tak datang. untuk menghalaunya, dinding-dinding tinggi harus dbuat
sejak sekarang. sejak kamu mengambil keputusan'.
aku juga tau. penyesalan seperti hantu. dia bisa mendatangi kapan saja dan membuatmu koyak serapuh kertas.

'sayangku'
kata itu terdengar sangat indah. membelai bulu kudukku yang masih berdiri.

'itu bukan pilihan sulit untukku. aku telah memilih, bahkan sebelum pilihan-pilihan lain, alasan-alasan lain datang'.
matih!!!!

'katakan saja! katakan kalau kamu, kalau mas ag*ng, kalau kekasihku itu punya kehendak. semoga kamu tak berucap, bukan karena tak mau'
(memang aku tak bisa)

'gunakan subyek dalam kalimat-kalimatmu! kalimat-kalimat tanpa subyek itu tidak membantu!'

*life's what happens to us while we're busy making plans..